Selasa, 26 Oktober 2010

Obat itu BUKAN Permen!

Hanya besarnya dosis yang menjadikan suatu zat bukan racun” [Teori Paracelcus]
. . .
Jika membaca kalimat yang berasal dari Teori Paracelcus ini, saya jadi teringat kembali kuliah Toksikologi ketika masih menjadi mahasiswa S1 Farmasi dulu. Mata kuliah ini mempelajari efek-efek merugikan (toksik) dari zat-zat termasuk obat. Karena praktis setiap zat (juga setiap obat) yang diberikan dalam dosis berlebihan dapat menunjukkan efek toksik. 

Pada saat saya masih di bangku kuliah, saya ingat dosen saya pernah berkata bahwa semua yang ada di dunia ini adalah racun. Hanya dosis/kadar penggunaan yang tepat lah yang membuatnya menjadi bermanfaat. Hehehe… sebenernya itu filosofi hidup bahwa dalam hidup ini janganlah berlebih-lebihan! 

Berdasarkan yang saya lihat dan ketahui, dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang (lebih spesifik hal ini dimaksudkan kepada masyarakat di Indonesia, pen) yang masih belum mengerti mengenai obat itu seperti apa sebenarnya. Banyak dari mereka yang mengkonsumsi obat itu dengan seenaknya dan tanpa aturan tanpa melihat ada efek toksik yang mungkin terjadi apabila penggunaannya tidak tepat. Dan perlu diingat, sesungguhnya tidak ada obat yang tidak memiliki efek samping!

Ada kejadian yang baru-baru ini saya alami. Pekan lalu, saya bersama tim medis dari KORSA (Korps Relawan Salman) ITB pergi ke salah satu daerah pengungsian bencana longsor di Garut. Tepatnya di kecamatan Samarang, Kab. Garut. Kami ke sana dalam rangka akan mengadakan kegiatan Pengobatan Gratis di daerah pengungsian bencana. Seperti biasa, kegiatan pengobatan gratis ini selalu dilakukan di daerah-daerah yang memang membutuhkan bantuan kesehatan. Biasanya di daerah yang berada di pelosok/pedalaman.


Pada saat kegiatan pengobatan gratis tersebut berlangsung, tim medis yang turun dibagi menjadi 2 kelompok. Kebetulan saya ikut di tim medis pertama, sedangkan tim medis kedua harus berjalan lagi sekitar 1 km untuk mencapai daerah yang dituju. Tim medis di daerah pertama ini terdiri dari 3 orang dokter (KOASS) dan 1 orang farmasi (mahasiswa apoteker-saya, pen). Sebagai seorang yang bergerak di bidang kefarmasian, saya merasa tanggung jawab yang diemban saya saat itu sangat besar. Karena hanya seorang diri dan menjadi partner 3 dokter sekaligus di waktu yang bersamaan dengan pasien yang jumlahnya banyak saat itu. Jumlah resep yang harus dikaji jumlahnya banyak karena pasiennya pun banyak, jumlah obat yang harus disiapkan pun banyak, belum lagi informasi obat yang harus disampaikan kepada pasien satu per satu agar pemakaian obatnya tepat dan bisa mendapat efek terapi yang diinginkan. 

Banyak hal yang saya dapat di bangku kuliah apoteker yang saya ingin coba aplikasikan saat itu, mengenai edukasi obat pada pasien, menerapkan pharmaceutical care, dan konseling obat. Tapi ternyata, semua itu tidak semudah teori kuliah di kelas, kawan. Banyak hambatan yang terjadi di sana. Budaya, bahasa, tingkat pendidikan, dll.

Obat itu bukan permen yang bisa dikasih seenaknya, dimakan seenaknya tanpa ada informasi/edukasi tentang pemakaiannya. Makan permen kebanyakan, paling banter juga sakit gigi. Tapi kalo obat dimakan kebanyakan atau waktu penggunaannya ga tepat bisa menyebabkan efek yang ga diinginkan, efek terapi tidak tercapai atau paling fatal ya bisa menyebabkan kematian. Salah ngasih permen ya ga masalah, toh kalo tetep dimakan ya ga apa2, masih enak2 aja. Tapi kalo salah ngasih obat, apa yang akan terjadi coba? Bakal terjadi ‘Medication Error’ yang efek terfatal nya juga bisa menyebabkan kematian. 


Nah itulah sebabnya seorang farmasis bertanggung jawab untuk memberikan terapi obat rasional dengan kriteria obat rasional 7T, 1W: Tepat obat, Tepat indikasi, Tepat penderita, Tepat dosis, Tepat rute pemberian, Tepat cara penyiapan, Tepat waktu, Waspada efek samping. Dan seorang farmasis pun berkewajiban untuk mengedukasi pasiennya untuk mengonsumsi obat secara tepat dan rasional. Jadi seorang farmasis itu tanggung jawabnya dunia akhirat lho! Hehehe… ^^v.

Obat bukan Permen! Karena makan obat tidak bisa semaunya seperti kita makan permen yang bisa sepuasnya dimakan. Karena obat ada dosisnya agar efek terapeutik (manfaat) nya bisa dirasakan. Karena obat bukan permen yang apabila dimakan terlau sedikit atau terlalu banyak tidak akan menimbulkan efek buruk yang sangat fatal (paling juga kalo kebanyakan makan permen bakal sakit gigi), tapi obat apabila dikonsumsi terlalu sedikit (kurang dosisnya) akan menyebabkan efek terapeutik tidak tercapai atau terjadi resistensi obat (untuk antibiotic) dan apabila terlalu banyak akan terjadi overdosis yang efek fatal terburuknya adalah KEMATIAN. Karena Obat bukan Permen! Berhati-hatilah dan Bijaklah dalam mengkonsumsi Obat!

. . .

Bandung, 16 Maret 2010
09:31 pm
@My Lovely Bedroom “KBS 11”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar